Seperti juga definisi tentang geografi,
posisi dan peran manusia di dalam geografi sudah lama menjadi subyek perdebatan
dan polemik akademik. Di antara subyek perdebatan tersebuty ang awalnya menarik
perhatian banyak ahli geografiadalah tentang lingkungan alam, walaupun hal ini
dianggap berarti hanya dalam kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam beberapa
dekade belakangan, telahterjadi reorientasi sudut pandang yang begitu pesat
(progresif) dengan penekanan lebih besar pada asumsi bahwa manusia adalah
penghuni utama di bumi.Pendekatan ini terutama mendapat dukungan kuat di
Perancis di mana selamaparuh pertama abad ini telah tumbuh satu aliran
pemikiran geografi kemanusiaan (human geography) yang mendasarkan diri pada
pencarian penjelasan tentang hubungan berganda (multiple relationship) antara
manusia, aktifitasnya, dan lingkungan alamnya. Bumi dalam
geografi menurut Sumaatmadja, (1988:31) tidak hanya berkenaan dengan fisik
alamiah bumi saja, melainkan juga meliputi segala gejala dan prosesnya baik itu
gejala dan proses alamnya maupun gejala dan proses kehidupannya. Maka dari
itu bidang kajian geografi tidak hanya mengenai fisik alamiah saja
melainkan melainkan juga termasuk manusia dan lingkungannya.
Beberapa pandangan seperti dari Vidal
de la Blache, Jean Brunhes, dan Maximilian Sorre berbeda-beda dalam hal
penjelasan detailnya sehingga memberikan bobot yang berbeda pula dalam kajian
tentang manusia. Tidak mengherankan, para ahli geografi kemanusiaan telah
memberikan banyak ragam kontribusi yang bernilai pada studi/kajian tentang
distribusi penduduk. Tetapi cabang ilmu geografi kemanusian sampai saat ini
belum diterima secara paripurna (universal) oleh kalangan ilmuwan.
Geografi sebagai salah satu disiplin ilmu pengetahuan tidak
begitu saja terpisah dengan disiplin ilmu-ilmu pengetahuan yang lain, Geografi
memerlukan pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk membuat deskripsi
mengenai suatu wilayah, tanpa melepaskan diri dari ciri khas geografi, yaitu
ilmu yang mempelajari gejala-gejala keruangan di permukaan bumi. Untuk melihat
kedudukan geografi di dalam ilmu pengetahuan, sebaiknya mengenal kembali
definisi Geografi yang berbunyi, Geografi adalah ilmu yang mempelajari
persamaan dan perbedaan fenomena Geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau
kewilayahan dalam konteks keruangan (hasil seminar dan lokakarya Peningkatan
Kualitas Pengajaran Geografi di Semarang tahun 1988).
Geografi berada pada posisi sentral di dalam sistem ilmu pengetahuan karena berada pada dua bagian ilmu. Di satu pihak sebagai ilmu alam yang mempelajari gejala-gejala keruangan yang bersifat eksak, di lain pihak mempelajari manusia sebagai mahluk sosial.
Geografi dapat pula dikatakan sebagai jembatan ilmu
pengetahuan, karena menghubungkan ilmu-ilmu alamiah yang bersifat dengan
ilmu-ilmu sosial dan budaya, dengan demikian di mana kedudukan Geografi di
dalam ilmu-ilmu tersebut ? apabila kita melihat cakram berikut ini akan tampak
bahwa kedudukan geografi berada pada bagian dari ilmu-ilmu alam; ilmu-ilmu
sosial dan ilmu-ilmu budaya (sebenarnya budaya merupakan bagian dari kajian
antropologi yang dapat juga dimasukkan sebagai bagian daru ilmu sosial).
Kemudian geografi mengembangkan percabangannya sesuai dengan cabang ilmu-ilmu
alam dan ilmu-ilmu social, menjadi geografi alam (fisis) dan geografi manusia,
tetapi secara khusus pada bagian ini hanya menjelaskan geografi manusia, karena
menyangkut penjelasan pemahaman sumberdaya manusia dalam geografi. Geografi
dibagi menjadi tiga cabang utama yang meliputi : Geografi Fisik, Geografi
Manusia dan Geografi Regional. Pada awalnya studi Geografi terdiri dari
cabang-cabang Geografi yang nampaknya masing-masing berdiri sendiri dengan
tidak adanya ikatan satu sama lain. Pada kenyataannya bahwa geografi harus
merupakan keterpaduan di antara cabang-cabang tersebut. Untuk menjawab
tantangan pembangunan, maka Geografi memerlukan keterpaduan di antara
cabang-cabang Geografi yang nampaknya seakan-akan terpisah itu. Dengan
demikian, pada hakekatnya Geografi Terpadu merupakan suatu pendekatan dengan
memadukan antar cabang Geografi seperti Geografi Fisik dengan Geografi manusia
Beberapa ahli geografi menganggap
geografi kemanusiaan terlalu luas cakupannya, mencakup semuanya seperti
studi-studi geografi tentang ekonomi, masyarakat, transportasi, dan unit-unit
politik. Beberapa ahli yang lain merasakan bahwa hanya ada pembedaan yang kecil
antara istilah geografi (geography) dengan geografi kemanusiaan (human geography). Kasus untuk geografi
kependudukan (population geography) pernah dinyatakan
secara paling gamblang pada tahun 1953 oleh Trewartha yang memberikan
argumentasi tentang perlunya satu fokus kajian pada manusia dan menyediakan
suatu rerangka kerja bagi kajian-kajian geografis tentang kependudukan.
Pandangannya menyebutkan bahwa ”jumlah, kepadatan, dan kualitas penduduk
merupakan latar belakang yang esensial bagi semua kajian geografis. Penduduk
adalah titik acuan darimana semua elemen yang lain diobservasi dan darimana
semua elemen tersebut secara individual maupun kolektif menghasilkan nilai
penting (signifikansi) dan makna”. Walaupun harus diakui bahwa pandangan
seperti itu belum tentu akan didukung oleh semua ahli geografi, terutama mereka
yang memiliki ketergantungan fisikal, tetapi saat ini sedang tumbuh aliran
pemikiran yang penelitian dan minatnya diorientasikan ke arah pandangan
tersebut. Hooson telah melakukan perubahan yang progresif dalam hal sudut
pandang terhadap ekstrimitas logisnya, dan merumuskan postulat bahwa secara
esensial cabang ilmu geografi berkaitan dengan masalah ketidakmerataan
penyebaran penduduk di penjuru bumi. Distribusi penduduk ”bertindak seperti
layaknya benang penyambung utama (master-thread) yang mampu merajut berbagai
benang pemikiran yang terpisah-pisah menjadi suatu pola yang teratur / koheren
dan menyatakan kesatuan filosofisnya, terutama dalam konteks geografi
kewilayahan (regional geography)”. Ia menekankan pentingnya mencermati
gagasan-gagasan manusia tentang tempat, lebih daripada kajian obyektif tentang
tentang tempat itu sendiri. Hooson menganggap tidak perlunya penggolongan tersendiri
suatu subdivisi geografi yang disebut sebagai geografi kependudukan, yang dalam
pandangannya akan mendatangkan bahaya menjadi suatu keutuhan ilmu geografi itu
sendiri.
Sementara ada banyak ahli yang akan
bersimpati terhadap pandangan seperti ini dan setuju bahwa kajian-kajian
distribusi penduduk memberikan suatu penyangga bagi geografi kewilayahan
(regional geography), dan suatu tema bagi geografi secara keseluruhan, banyak
yang lain akan menganggap hal itu terlalu sempit dan terlalu terpusat pada
perkembangan perikehidupan manusia (anthropocentris). Dalam kasus apapun,
geografi kependudukan telah berkembang menjadi cabang ilmu geografi tersendiri
– walaupun diakui dalam keterkaitannya dengan berbagai cabang tersendiri dari
subyek geografi. Memang, yang mengherankan adalah bahwa perkembangan tersebut
berjalan sangat lambat jika dibandingkan dengan tumbuhnya kesadaran tentang
nilai pentingnya pertumbuhan penduduk di dalam pembangunan sosial dan ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar