Selasa, 17 Januari 2012

Geografi dan Kependudukan


Seperti juga definisi tentang geografi, posisi dan peran manusia di dalam geografi sudah lama menjadi subyek perdebatan dan polemik akademik. Di antara subyek perdebatan tersebuty ang awalnya menarik perhatian banyak ahli geografiadalah tentang lingkungan alam, walaupun hal ini dianggap berarti hanya dalam kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam beberapa dekade belakangan, telahterjadi reorientasi sudut pandang yang begitu pesat (progresif) dengan penekanan lebih besar pada asumsi bahwa manusia adalah penghuni utama di bumi.Pendekatan ini terutama mendapat dukungan kuat di Perancis di mana selamaparuh pertama abad ini telah tumbuh satu aliran pemikiran geografi kemanusiaan (human geography) yang mendasarkan diri pada pencarian penjelasan tentang hubungan berganda (multiple relationship) antara manusia, aktifitasnya, dan lingkungan alamnya. Bumi dalam geografi menurut Sumaatmadja, (1988:31) tidak hanya berkenaan dengan fisik alamiah bumi saja, melainkan juga meliputi segala gejala dan prosesnya baik itu gejala dan proses alamnya maupun gejala dan proses kehidupannya. Maka dari itu  bidang kajian geografi tidak hanya mengenai fisik alamiah saja melainkan melainkan juga termasuk manusia dan lingkungannya.
Beberapa pandangan seperti dari Vidal de la Blache, Jean Brunhes, dan Maximilian Sorre berbeda-beda dalam hal penjelasan detailnya sehingga memberikan bobot yang berbeda pula dalam kajian tentang manusia. Tidak mengherankan, para ahli geografi kemanusiaan telah memberikan banyak ragam kontribusi yang bernilai pada studi/kajian tentang distribusi penduduk. Tetapi cabang ilmu geografi kemanusian sampai saat ini belum diterima secara paripurna (universal) oleh kalangan ilmuwan.
Geografi sebagai salah satu disiplin ilmu pengetahuan tidak begitu saja terpisah dengan disiplin ilmu-ilmu pengetahuan yang lain, Geografi memerlukan pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk membuat deskripsi mengenai suatu wilayah, tanpa melepaskan diri dari ciri khas geografi, yaitu ilmu yang mempelajari gejala-gejala keruangan di permukaan bumi. Untuk melihat kedudukan geografi di dalam ilmu pengetahuan, sebaiknya mengenal kembali definisi Geografi yang berbunyi, Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena Geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan (hasil seminar dan lokakarya Peningkatan Kualitas Pengajaran Geografi di Semarang tahun 1988).

Geografi berada pada posisi sentral di dalam sistem ilmu pengetahuan karena berada pada dua bagian ilmu. Di satu pihak sebagai ilmu alam yang mempelajari gejala-gejala keruangan yang bersifat eksak, di lain pihak mempelajari manusia sebagai mahluk sosial.
Geografi dapat pula dikatakan sebagai jembatan ilmu pengetahuan, karena menghubungkan ilmu-ilmu alamiah yang bersifat dengan ilmu-ilmu sosial dan budaya, dengan demikian di mana kedudukan Geografi di dalam ilmu-ilmu tersebut ? apabila kita melihat cakram berikut ini akan tampak bahwa kedudukan geografi berada pada bagian dari ilmu-ilmu alam; ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu budaya (sebenarnya budaya merupakan bagian dari kajian antropologi yang dapat juga dimasukkan sebagai bagian daru ilmu sosial). Kemudian geografi mengembangkan percabangannya sesuai dengan cabang ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu social, menjadi geografi alam (fisis) dan geografi manusia, tetapi secara khusus pada bagian ini hanya menjelaskan geografi manusia, karena menyangkut penjelasan pemahaman sumberdaya manusia dalam geografi. Geografi dibagi menjadi tiga cabang utama yang meliputi : Geografi Fisik, Geografi Manusia dan Geografi Regional. Pada awalnya studi Geografi terdiri dari cabang-cabang Geografi yang nampaknya masing-masing berdiri sendiri dengan tidak adanya ikatan satu sama lain. Pada kenyataannya bahwa geografi harus merupakan keterpaduan di antara cabang-cabang tersebut. Untuk menjawab tantangan pembangunan, maka Geografi memerlukan keterpaduan di antara cabang-cabang Geografi yang nampaknya seakan-akan terpisah itu. Dengan demikian, pada hakekatnya Geografi Terpadu merupakan suatu pendekatan dengan memadukan antar cabang Geografi seperti Geografi Fisik dengan Geografi manusia
Beberapa ahli geografi menganggap geografi kemanusiaan terlalu luas cakupannya, mencakup semuanya seperti studi-studi geografi tentang ekonomi, masyarakat, transportasi, dan unit-unit politik. Beberapa ahli yang lain merasakan bahwa hanya ada pembedaan yang kecil antara istilah geografi (geography) dengan geografi kemanusiaan (human geography). Kasus untuk geografi kependudukan (population geography) pernah dinyatakan secara paling gamblang pada tahun 1953 oleh Trewartha yang memberikan argumentasi tentang perlunya satu fokus kajian pada manusia dan menyediakan suatu rerangka kerja bagi kajian-kajian geografis tentang kependudukan. Pandangannya menyebutkan bahwa ”jumlah, kepadatan, dan kualitas penduduk merupakan latar belakang yang esensial bagi semua kajian geografis. Penduduk adalah titik acuan darimana semua elemen yang lain diobservasi dan darimana semua elemen tersebut secara individual maupun kolektif menghasilkan nilai penting (signifikansi) dan makna”. Walaupun harus diakui bahwa pandangan seperti itu belum tentu akan didukung oleh semua ahli geografi, terutama mereka yang memiliki ketergantungan fisikal, tetapi saat ini sedang tumbuh aliran pemikiran yang penelitian dan minatnya diorientasikan ke arah pandangan tersebut. Hooson telah melakukan perubahan yang progresif dalam hal sudut pandang terhadap ekstrimitas logisnya, dan merumuskan postulat bahwa secara esensial cabang ilmu geografi berkaitan dengan masalah ketidakmerataan penyebaran penduduk di penjuru bumi. Distribusi penduduk ”bertindak seperti layaknya benang penyambung utama (master-thread) yang mampu merajut berbagai benang pemikiran yang terpisah-pisah menjadi suatu pola yang teratur / koheren dan menyatakan kesatuan filosofisnya, terutama dalam konteks geografi kewilayahan (regional geography)”. Ia menekankan pentingnya mencermati gagasan-gagasan manusia tentang tempat, lebih daripada kajian obyektif tentang tentang tempat itu sendiri. Hooson menganggap tidak perlunya penggolongan tersendiri suatu subdivisi geografi yang disebut sebagai geografi kependudukan, yang dalam pandangannya akan mendatangkan bahaya menjadi suatu keutuhan ilmu geografi itu sendiri.
Sementara ada banyak ahli yang akan bersimpati terhadap pandangan seperti ini dan setuju bahwa kajian-kajian distribusi penduduk memberikan suatu penyangga bagi geografi kewilayahan (regional geography), dan suatu tema bagi geografi secara keseluruhan, banyak yang lain akan menganggap hal itu terlalu sempit dan terlalu terpusat pada perkembangan perikehidupan manusia (anthropocentris). Dalam kasus apapun, geografi kependudukan telah berkembang menjadi cabang ilmu geografi tersendiri – walaupun diakui dalam keterkaitannya dengan berbagai cabang tersendiri dari subyek geografi. Memang, yang mengherankan adalah bahwa perkembangan tersebut berjalan sangat lambat jika dibandingkan dengan tumbuhnya kesadaran tentang nilai pentingnya pertumbuhan penduduk di dalam pembangunan sosial dan ekonomi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar